Temuan BPKP: Pembangunan 58 Proyek Strategis Nasional Masih Nihil

Temuan BPKP: Pembangunan 58 Proyek Strategis Nasional Masih Nihil

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat ada sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN). Jumlahnya ada 58 proyek infrastruktur strategis yang disebut belum mulai dibangun.

Hal ini diungkap Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh didalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin). Menurutnya ini menjadi ciri kalau pelaksanaan program pemerintah tetap belum berlangsung optimal.

“Pada sektor infrastruktur, terkandung 58 proyek strategis nasional (PSN) infrastruktur yang belum dimulai pembangunannya,” ujarnya, di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (binamargadki.net).

“Kondisi selanjutnya diikuti bersama dengan risiko keterlambatan penyelesaian proyek dan juga tidak optimalnya kegunaan pembangunan proyek yang dihasilkan,” sambungnya.

Sementara itu, di sektor pembangunan manusia, Ateh termasuk menemukan ada program yang belum berlangsung optimal. Contohnya, berasal dari penyelesaian masalah stuntinf yang tidak sesuai bersama dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

“Pada sektor pembangunan manusia, usaha peningkatan kualitas SDM Indonesia belum merata. Sebagai contoh, perihal ini muncul berasal dari penyelesaian masalah stunting yang tidak sesuai obyek RPJMN terhadap 378 daerah, dan juga kualitas ruang kelas sekolah yang tetap perlu ditingkatkan terhadap 241 area provinsi/kabupaten/kota,” bebernya.

Sementara itu, berasal dari aspek efektivitas dan harmonisasi pembangunan di daerah, perencanaan dan penganggaran area tetap belum optimal.

“Berdasarkan hasil pengawasan, kita menemukan sebanyak 43 persen program berpotensi tidak optimal mengungkit sasaran pembangunan terhadap area yang diuji petik. Di samping itu, kita termasuk menemukan terdapatnya potensi pemborosan alokasi membeli area sebesar 21 persen berasal dari nilai anggaran yang diuji petik,” paparnya.

Anggaran Masih Bablas

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut penggunaan anggaran di beragam lini tetap mengalami kebocoran. Padahal penggunaan anggaran sudah diawasi termasuk oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dia lebih-lebih mengisahkan ikut melakukan pengawasan bersama dengan turun ke bawah. Diketahui, Jokowi sering blusukan ke pasar-pasar, termasuk beri tambahan bantuan.

“Kenapa aku termasuk cek ke lapangan, turun ke bawah, aku pastikan apa yang kita programkan hingga ke masyarakat. Karena kita lemah di segi itu, kalau tidak diawasi, kalau tidak di check langsung, kalau tidak dilihat, dipelototi satu-satu. Hati-hati, kita lemah di situ,” ujarnya didalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

“Dipelototi, turun kita ke bawah, itu saja tetap ada yang bablas, lebih-lebih tidak?,” sambungnya.

Berpotensi Tak Optimal

Dihadapan terhadap pegawai BPKP, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), hingga Direksi BUMN, dia menegaskan skema pengawasan perlu berorientasi terhadap hasil. Utamanya untuk optimalisasi penggunaan anggaran dan program pemerintah.

“Saya minta pengawasan itu orientasi bukan prosedur nya, orientasi nya hasil itu apa. Banyak APBN-APBD kita yang berpotensi tidak optimal,” tegasnya.

Menanggapi laporan Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh, Jokowi meminta aparat pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran. Termasuk didalam pelaksanaan program-program pemerintah.

“Saya ingatkan baik pusat dan area didalam penggunaan yang namanya anggaran, 43 persen (program pemerintah terindikasi tak optimal) bukan angka yang sedikit,” tegas Jokowi.

Program Lainnya

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menemukan ada penggunaan anggaran yang tidak optimal. Salah satunya kedapatan menggunakan judul pengembangan UMKM. Namun, ternyata rincian penggunaannya dinilai tidak konkret.

Dia menyebut, ini adalah penggunaan anggaran di tingkat kabupaten. Kendati begitu, Jokowi enggan terhubung kabupaten mana yang dimaksudnya tadi.

“Pengembangan UMKM, di APBD ada ini, ngga usah aku sebutkan kabupaten mana. Total anggarannya Rp 2,5 miliar. Rp 1,9 miliar untuk honor dan perjalanan dinas,” ujarnya didalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

Menurutnya, penggunaan anggaran ini lebih banyak yang alokasikan bagi perjalanan dinas dan sejenisnya. Hal ini menjadi temuan yang mirip didalam penggunaan anggaran program penurunan stunting bersama dengan anggaran Rp 10 miliar.

“Ke situ-situ tetap udah, itu nanti sisanya yang Rp 600 juta itu nanti termasuk tetap muter-muter aja, pemberdayaan, pengembangan, makna yang absurd ndak konkret,” kata dia.

Dia menegaskan, pelaksana program selayaknya menggunakan anggaran untuk beberapa langkah konkret. Misalnya, tentang pemberdayaan UMKM sanggup menggunakan anggaran untuk penguatan secara teknis.

“Langsung aja lah, itu modal kerja untuk membeli mesin produksi, untuk marketing, kalau pengembangan UMKM ya selayaknya itu, untuk pameran, jelas,” paparnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *